DALAM keluarga besar KONI, Persatuan Judo Se-Indonesia atau PJSI terhitung yang berprofil rendah. Tak banyak ribut-ribut seperti induk-organisasi bela-diri lainnya. Misalnya Karate dan Pencak Silat. Tapi itu tidak berarti olahraga judo kurang dinamika. Buktinya dari SEA Games Kuala Lumpur Raymond Rochili dkk memboyong 3 emas, 1 perak dan 3 perunggu. dari 11 kelas pria dan wanita yang mereka ambil bagian. "Jadi klop benar dengan estimet semula," kata pelatih PJSI, Sudjono, pada TEMPO. Sukses PJSI di Kuala Lumpur itu tampaknya menarik perhatian Kedutaan Besar Jepang di Jakarta. Dan kebetulan pula The Japan Foundation memang sedang mensponsori seorang judoka Dan V, Tsuneo Sengoku, dengan tujuan memberi bantuan latihan kepada tim judo Indonesia dan judoka-judoka terkemuka di seluruh Nusantara. Program bantuan latihan itu sendiri akan berlangsung sampai dengan akhir 1979. Maka untuk memperkenalkan program kerjasama antara Jepang-Indonesia dalam bidang olahraga judo, tak kurang dari Kedutaan Besar Jepang sendiri bersama PJSI mengadakan suatu pertandingan persahabatan judo IndonesiaJepang, 7 Desember lalu di Hall B Senayan. Yang saling adu kekuatan tidak lain adalah tim Judo Indonesia asuhan Sengoku lawan para judoka antara Jakarta Japan Club. Pertandingan yang disaksikan juga oleh Dubes Jepang di Jakarta Hidemichi Hira dan Ketua PJSI, Jen. Soerono, dimenangkan dengan angka 6-1 oleh asuhan Sengoku. Sebagai seorang pelatih prof Sengoku yang ber-Dan V, terhitung muda. Usianya baru 32 tahun. Tinggi 1,68 meter terbilang sedang. Berat badan 77 kg nampaknya sedikit kegemukan. Tapi dengan perawakan mendekati kclas menengah, Sengoku tak pernah berhenti lari pagi setiap ada kesempatan. Jogging itu menjadi semacam kewajiban untuk memelihara kondisinya selama dia tinggal di Indonesia. Lebih-lebih kata Sengoku pada Bachrun Suwardi dari TEMPO bahwa dia gemar sekali nasi goreng dan mie rebus. Disiplin diri yang dia kembangkan di negeri orang boleh ditiru. Meskipun sake itu minuman nasional Jepang, tak pernah dia sukai. Dia juga tidak isap rokok. Sengoku yang pada usia 16 tahun meraih Dan 1 pernah pula menjadi juara judo se-SMA di daerah kelahirannya, Fukushima. Berkat disiplin yang keras itu ia diterima sebagai pelatih iudo pada Polisi Metropolitan Tokyo. Pangkatnya kopral II. Tapi jangan kaget kalau gaji kopral ini dengan tingkat keahliannya Dan V mencapai 300 ribu yen sebulan atau sekitar 520 ribu rupiah. Di Jepang setiap anggota polisi selama pendidikan wajib belajar judo atau sikido. Paling kurang sampai Dan 1. Mereka yang tidak memenuhi ketentuaul itu dipersilakan mengundurkan diri. Begitu cerita Kopral Sengoku. Agaknya ia ingin pula memperkenalkan disiplin polisi Jepang yau1g berlatih judo sedikitnya 1 jam setiap hari, kepada asuhannya di Indonesia. Itulah sebabnya ketika mengomentari sukses tim Judo Indonesia di SEA Games - Sengoku ikut menangani - ia agak pesimis. "Kalau kondisi pejudo Indonesia seperti sekarang ini sulit menang di Asian Games 1978," katanya. "Mereka kurang latihan, kurang stamina dan gayanya lambat. Mereka baru berlatih kalau sudah dekat pertandingan." Ukuran di Asian Games itu bagi Sengoku adalah pejudo dari Jepang dan Korea. Bukan berarti yang dilihatnya di SEA Games IX barusan. "Jadi, harus lebih serius," pesan sang Kopral.
*****Majalah TEMPO 24 desember 1977*****
0 komentar:
Posting Komentar